Rabu, 02 Juli 2014

Sekali Mendaki Double Summit Gede-Pangrango Terlampaui


23-24 Juni 2014

Ini udah tahun ke tiga aku melakukan pendakian sebelum bulan puasa, entah akan berlanjut ditahun-tahun berikutnya dan menjadi sebuah ritual khusus atau enggak *beeeuhh..bahasanya*. iya, ini bisa dikatakan penutupan pendakian sebelum puasa. Di tahun pertama dulu tahun 2012 ke Lawu, tahun 2013 ke Semeru, dan sekarang tahun 2014 ke Gede-Pangrango, double summit pula beeeuhh.. harusnya puasa tahun ini harus makin semangat dari tahun-tahun sebelumnya.

Pendakian kali ini bareng sodara sepupu, jadi ya masalah perijinan dijamin gampang. Ada 4 personel Aku, Ilham (sepupu), Candra, dan Dima. Mereka itu temennya Ilham di kampus, dan mereka udah ada di Bogor, jadi aku jalan sendiri dari Klaten. Hmm.. berani gak yah, cewek, sendirian, naik kereta, bawa carrier segede kulkas dua pintu. Harus kuat mental juga sih, di stasiun, di kereta, di jalanan diliatin orang-orang, cewek, sendirian, ngangkut carrier, kayak orang ilang hahaha…

Hari Sabtu, 21 Juni 2014 jam 16.00 udah duduk manis di kereta. Udah janjian sama Ilham ntar mau jemput di stasiun Jatinegara, soalnya sampainya pagi banget. Jam 02.00 udah sampai di Bogor Alhamdulillah.

Hari Minggu, 22 Juni 2014 jam 16.00 mulai berangkat ke Cibodas dengan naik motor, kalo waktu normal 2 jam udah sampai. Baru pertengahan jalan udah hujan. Etdaaaahh… ini kenapa kawasan puncak macet banget, kebetulan puncak sore itu diberlakukan sistem buka tutup, agak malam deh ntar sampainya. Akhirnya jam 19.00 sampai juga di Balai TNGGP. Kita nunggu tengah malam karena kita cuman booking 1 SIMAKSI (Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi), itu artinya pendakian hanya selama 2 hari gak kurang gak lebih. Oya, setiap pendaki yang mau mendaki Gunung Gede-Pangrango wajib mempunyai SIMAKSI. Untuk mengurusnya harus jauh-jauh hari sebelum pendakian, dan cara bookingnya secara online disini.
Udah diniatin dari rumah rencananya mau double summit. Agak ragu juga sih sebenernya dengan kemampuanku, apalagi disini aku cuman cewek sendirian, yaudahlah bismillah. Jam 23.00 kita mulai jalan menuju pos pemeriksaan simaksi. Alhamdulilah, walaupun sore tadi hujan yang penting sekarang cerah.
Dima-Aku-Ilham
Senin, 23 Juni 2014
Tengah malem, abis hujan, dingin, kita mulai melangkahkan kaki, diawali dengan berdoa tentunya. Di awal perjalanan, trek berupa tanjakan berbatu yang udah ditata dengan rapi. Aku langsung mikir, ini jalurnya kayak jalur pendakian Lawu via Cemoro Sewu, tanjakan berbatu yang udah tertata dengan rapi. Iya, karena TNGGP ini selain untuk pendakian juga untuk tempat wisata. Disini ada tempat wisata telaga biru, air terjun Cibeureum, air panas, dan ada beberapa air terjun yang lain tapi aku lupa namanya. Tapi sayang, sekarang telaga birunya udah gak ada. Dari info yang aku terima sih katanya airnya tercemar trus alirannya dialihkan begitu.
trek berupa tatanan berbatu
Telaga Biru mulai mengering
Setelah berjalan 30 menit dari pos awal kita sampai di telaga biru, karena gelap kita gak berhenti jadi langsung lanjut jalan. Dan gak berapa lama sampai juga di Jembatan Rawa Gayonggong. Sekitar jam 12.50 Kita istirahat sebentar. Kita istirahat gak lama, langsung melanjutkan perjalanan. Ternyata jembatan ini lumayan panjang, kalo jalan mungkin 5 menit. Dari Jembatan jalan 15 menit kita udah sampai di pertigaan, namanya Panyangcangan. Kalo lurus ke arah air terjun Cibeureum, dan kalo belok kiri ke puncak. Disini ada bangunan yang berdiri kokoh hanya sekedar untuk beristirahat, tapi disini kita langsung jalan.
Break sejenak di Jembatan Rawa Gayonggong
Dari Panyangcangan kita menuju Air Panas, jarak menuju air panas lumayan jauh, lamaaa bangeeett. Mungkin gegara sering istirahat kali yah, jadi kayak gak abis-abis jalannya. Oya, ada cerita agak horror disini. Pas kita jalan sekitar sejaman dari Panyangcangan tiba-tiba didepan sana ada satu daun bergerak-gerak sendiri, padahal disekitar kita gak ada angin. Si Dima yang ada di barisan paling depan langsung bilang ke kita, “Lihat, di depan ada daun goyang-goyang sendiri.” Dan kita langsung saling pandang. Trus Candra langsung bilang, “Udah, kita langsung jalan aja, yang penting kita gak ganggu gakpapa.” Gak tau kenapa suasananya jadi horror kek gini. Jalannya langsung dipercepat, mana didepan berupa tanjakan, jalannya pada cepet-cepet *hoshhoshh*

Yang gak enak kalo jalan malem itu ya ngantuk, nemu tempat yang enak buat istirahat, niatnya sih cuman istirahat bentar tapi lama-lama kenapa semua pada merem. Yaudah deh, gegara ngantuk yang luar biasa hebat, akhirnya kita merem di pinggir jalur pendakian. Hahaha… cuman duduk aja bisa langsung merem.  Jam 5an kita bangun, langsung sholat shubuh, dan gak berapa lama melanjutkan perjalanan. Ternyata tinggal jalan 20 menit kita udah sampai di air panas. Sebelum air panas ada lahan agak luas, tau gitu semalem ngecamp disini, yaudahlah udah terlanjur. 
Air Panas
Air Panas (Candra-Aku-Dima)
Air Panas
Di air panas lumayan bahaya juga sih kalo misalkan jalan malam hari. Harus lebih hati-hati, karena lengah sedikit aja kita bisa terpeleset, tapi disini aman kok ada tali membantu kita saat jalan. Sekitar 10 menit dari air panas kita sampai di Kandang Batu, tempatnya lumayan luas bisa untuk mendirikan tenda. Disini kita istirahat agak lama, masak, sarapan, ngumpulin tenaga. Jam 10.45 kita mulai melanjutkan perjalanan. Dari Kandang Batu menuju Kandang Badak trek lumayan bikin ngap-ngapan, tetep berupa tanjakan berbatu yang tertata rapi. Disini kita ketemu air terjun Pancaweleuh. Kita langsung melanjutkan perjalanan, treknya berupa tanjakan. Kalo udah menemui jalan yang datar, itu artinya Kandang Badak ada didepan sana. Tepat jam 12.00 kita sampai di Kandang Badak, berupa lahan yang cukup luas bisa didirikan banyak tenda. Di Kandang Badak ini sering digunakan untuk bermalam, karena disini awal menuju puncak Gede dan juga Puncak Pangrango.
Menuju Kandang Batu
Kandang Batu
Air Terjun Pancaweleuh
Kandang Badak (Ilham-Aku-Dima-Candra)

Siang itu cuaca lumayan cerah, dan sudah ada banyak tenda yang berdiri disini. Kita langsung mencari tempat untuk mendirikan tenda. Langsung berbagi tugas, mendirikan tenda, mencari air, dan masak. Tiba-tiba jadi ragu mau ke puncak  Pangrango apa nggak. Gegara Candra dan Dima memutuskan untuk gak naik ke Pangrango, tapi Ilham bilang kalo mau ke Pangrango, dia mau menemani. Setelah aku pikir-pikir, apa gak usah aja ke Pangrango kalo cuman berdua. Lagian tiba-tiba gerimis, yaudah deh, gak usah ke Pangrango juga gakpapa. Ehh.. sekitar jam 3 tiba-tiba cuaca cerah lagi, yah.. bingung lagi. Sayang juga sih kalo cerah kayak gini gak jadi ke Pangrango. Akhirnya jam 15.30 aku sama Ilham mulai naik ke Pangrango. Dari Pertigaan Kandang Badak, kalo ke kanan Puncak Pangrango, ke kiri Puncak Gede. 
 
Masak  yang sekiranya bisa dimasak :D
Diawal perjalanan semangat banget, tapi lama-lama lihat treknya kayak gini terus jadi ragu lagi, rasanya pengen turun. Trek pendakian Pangrango bener-bener dah naudzubilleh beneeeerrr. Bukan lagi berupa tanjakan berbatu, tapi tetep tanjakan terus nyaris tanpa bonus, sempit, banyak pohon gede yang tumbang. Ini cocok banget buat adventurer kelas kakap, memacu adrenalin, gilaaaakk serius sadisnya *hoshhosh*. Mana kita gak ketemu sama pendaki lain, cuman berdua melewati tengah hutan, gelap, lihat langit aja jarang saking lebatnya. Gunung di Jawa Barat itu hutannya lebat-lebat, beda sama gunung yang di Jawa Tengah. Aku sering minta istirahat, sempet bilang pengen turun, tapi Ilham terus ngasih semangat. Dia bilang, “Ayo mbak, puncak bentar lagi, nanggung juga kalo mau turun.”

Di Pangrango ada jalur yang hanya bisa dilalui satu orang, sempit. Aku lihat jam udah hampir jam setengah enam. Dan tiba-tiba udah sampai di jalur yang datar, katanya puncak udah hampir sampai. Tepat jam 17.30 akhirnya sampai juga di Puncak Pangrango 3.019 Mdpl. Alhamdulillah. Dan benar cuman kita berdua yang ada di Puncak Pangrango. Bersyukur sampai puncak belum gelap, kita foto-foto bentar dan langsung turun ke Mandalawangi. Dari Puncak Pangrango ke Mandalawangi bisa dicapai sekitar 5 menit. Sampai di Mandalawangi tiba-tiba berkabut dan langit mulai gelap. Kita gak lama disini, foto-foto bentar dan langsung balik, menuju Puncak Pangrango. Alhamdulillah disini kita ketemu pendaki lain. Akhirnya kita turun bareng, dan ternyata mereka pendaki dari Bogor.  
Puncak Pangrango 3.019 Mdpl
Puncak Pangrango
Ditengah-tengah edelweis Mandalawangi
nah, tetiba dihajar kabut

Sekitar jam 20.00 kita udah sampai di Kandang Badak. Bersih-bersih, sholat, dan langsung tidur, menyiapkan tenaga buat besok, summit attack ke Gede.

Jam 03.30 kita mulai jalan. Di awal perjalanan agak berat, maklumlah namanya juga baru pemanasan. Baru beberapa menit aja aku udah minta break, duhh.. gak enak juga sih sama yang lain. Jalur menuju Puncak Gede gak lagi berupa tanjakan berbatu. Tapi tetep tanjakan gak ada abisnya. Sekitar satu jam jalan kita sampai di tanjakan setan. Di tanjakan setan ini kita harus ekstra hati-hati. Karena disini kita harus naik tebing, tapi ada tali untuk membantu kita naik. Harus pintar-pintar mencari pijakan, kalo salah memilih pijakan bisa terpeleset. 
Tanjakan Setan
Jam 05.30 akhirnya kita sampai juga di Puncak Gede 2.958 Mdpl, Alhamdulillah. Dari sini terlihat Puncak Pangrango dengan gagahnya berdiri disana. Gak nyangka semalem bisa berdiri diatas sana. Kawah gunung gede pagi itu mulai mengepulkan asapnya. Beeeeuuuh.. keren banget view di Puncak Gede. Gak nyesel deh susah–susah sampai sini. Dari Puncak Gede terlihat Alun-alun Surya Kencana yang menjadi salah satu padang edelweiss terbesar di Indonesia. Untuk menuju ke Alun-alun Surya Kencana dari Puncak Gede tinggal turun sekitar 30 menit udah sampai di Alun-alun Surya Kencana. Tapi Sayangnya kemarin kita gak sempet turun. 
view dari Puncak Gede
Kawah Gunung Gede
Kawah Gunung Gede
View dari Puncak Gede
View dari Puncak Gede
View Pangrango dari Puncak Gede
View Pangrango dari Puncak Gede
View dari Puncak Gede
Iseng aja sih :D
Puncak Gede 2.958 Mdpl
Puncak Gede 2.958 Mdpl
view Surya Kencana dari Puncak Gede
Sang Pendekar :p


Jam 07.00 kita mulai turun dari Puncak Gede. Sekitar jam 09.00 sampai juga di Kandang Badak. Mulai masak, dan tetiba tanpa disangka dari belakang ada yang memanggil namaku. Dan ternyata ada temen dari Bandung ketemu disana. Namanya Ulfa, dulu awal kenal dari jejaring sosial, sempat ketemu 2 kali, di Jogja, dan yang kedua di Bandung. Ini pertemuan kita yang ketiga. Seneng banget, berasa dikasih surprise. 
 
Di Tanjakan Setan saat turun
Aku-Ulfa
Setelah makan bareng, packing, jam 11.45 akhirnya kita mulai turun. Sampai di Panyangcangan jam 14.00. Kita ketemu lagi sama Ulfa, dia ngajakin buat turun ke Air Terjun Cibeureum. Dari Panyangcangan ke Air Terjun Cibeureum kira-kira cuman 10 menit. Untuk kesana juga akan melewati jembatan gak jauh beda kayak Jembatan Rawa Gayonggong, cuman bedanya jembatan ini pendek.
Di Air Terjun Cibeureum kita gak terlalu lama, jam 15.00 kita mulai turun. Jalannya santai banget, karena udah lumayan capek juga. Akhirnya jam 16.00 sampai juga di pos pengurusan SIMAKSI.
Air Terun Cibeureum
Air Terun Cibeureum
Air Terun Cibeureum
Jembatan menuju Air Terun Cibeureum


"Dunia itu seluas langkah kaki, Jelajahilah dan jangan pernah takut melangkah.
Hanya dengan itu kita bisa mengerti kehidupan dan menyatu dengannya”

- Soe Hok Gie -
“Mandalawangi-Pangrango”

Senja ini, ketika matahari turun
Ke dalam jurang-jurangmu

Aku datang kembali
Ke dalam ribaanmu, dalam sepimu
Dan dalam dinginmu

Walaupun setiap orang berbicara tentang manfaat dan guna
Aku bicara padamu tentang cinta dan keindahan
Dan aku terima kau dalam keberadaanmu
Seperti kau terima daku

Aku cinta padamu, Pangrango yang dingin dan sepi
Sungaimu adalah nyanyian keabadian tentang tiada
Hutanmu adalah misteri segala
Cintamu dan cintaku adalah kebisuan semesta

Malam itu ketika dingin dan kebisuan
Menyelimuti Mandalawangi
Kau datang kembali
Dan bicara padaku tentang kehampaan semua

“hidup adalah soal keberanian,
Menghadapi yang tanda tanya
Tanpa kita bisa mengerti, tanpa kita bisa menawar
Terimalah, dan hadapilah”

Dan antara ransel-ransel kosong
Dan api unggun yang membara
Aku terima itu semua
Melampaui batas-batas hutanmu

Aku cinta padamu Pangrango
Karena aku cinta pada keberanian hidup


Djakarta 19-7-1966
-Soe Hok Gie-

Thanks to: Allah SWT | Kedua Orang Tua | Teman seperjalanan (Ilham, Candra, Dima, Ulfa) | Keluarga Besar di Bogor | Teman-teman yang udah nyasar di blog ini :)


Pendakian Gede-Pangrango
23-24 Juni 2014
Salam Lestari,
Rizky Fauzy


Senin, 21 April 2014

Kejutan Merapi di Pendakian Merbabu

Hallooo semuanya, kita ketemu lagi  setelah sekian lama blog ini aku anak tirikan, sampai-sampai banyak sarang laba-labanya nih. Beeeuh.. berasa ada yang baca blognya, padahal cuman yang punya aja ini *oke abaikan*

Saat ini lagi semangat-semangatnya nulis lagi *baca: mencoba buat semangat*, gegara habis dari Merbabu kemarin. Takutnya lupa aja kalo ditunda-tunda, kayak pendakian sebelumya ke Merapi. Sampai sekarang belum ditulis juga, besoklah aku inget-inget lagi.

Nah, pendakian kali ini cukup mengobati rasa kangenku sama gunung. Ternyata lumayan luamaa juga yah gak naik gunung. Pendakian terakhir 7 bulan yang lalu ke Merapi September 2013, besok deh aku ceritain *kalo masih inget hehe..*

Sebenernya gak ada niatan sama sekali mau ke Merbabu. Tapi tiba-tiba hari Jumat malamnya ada temen ngajak ke Merbabu. Agak ragu juga sih mau ikut, soalnya sebelumnya ada ajakan juga dari temen ngajak ke Lawu sama Merapi. Setelah aku pikir-pikir lagi, akhirnya aku ngasih kepastian buat ikut ke Merbabu, gegara ada bisikan mau kartinian di puncak Merbabu sih sebenernya. Kebetulan hari Senin kan tepat Hari Kartini, sekalianlah Sabtu Minggu ke Merbabu ngerayain Hari Kartini.

Tanpa persiapan apapun, tanpa pemanasan kayak sebelum-sebelumnya, akhirnya setelah aku pastiin ikut langsung deh nyiapin peralatan yang udah berbulan-bulan ngendon di kamar. Mungkin batinnya si carrier bilang gini, “asiiikk.. gue mau diajak jalan-jalan ke gunung lagi sama majikan gue, udah sumpek nih hibernasi di kamar.” hahaha....

Agak ragu juga sih minta ijin ke orangtua, secara orangtua kurang sreg sama hobiku yang satu ini. Akhirnya aku ijin ke ibuk, agak shock sih. Kan udah lama aku gak naik gunung, dikiranya aku udah sembuh dari penyakit ini, tapi tiba-tiba kambuh secara dadakan haha.. Tapi alhamdulillah, dengan sedikit rayuan maut, akhirnya dikasih ijin juga. Habis ngantongin ijin, langsung deh nguber-nguber logistik. Sampai rumah packing, daaann tiba-tiba bapak liat. Sempet liat ekspresinya yang kurang suka dengan yang aku lakuin barusan. Tapi perlahan aku bilang, ngeyakinin ke bapak kalo aku bisa jaga diri, blaa..blaa..blaa.. dan sederet rayuan mautku. Aku masih inget, sebelum berangkat beliau pesen hati-hati, ntar kalo meletus gimana? Aku jawab aja, ini mau ke Merbabu pak, bukan Merapi, Merbabu bukan gunung aktif. Yah, habis itu aku pamitan sama orangtua, langsung ngumpul di kost temen.

Pendakian kali ini kita dari Klaten bertujuh, Aku, Imel, Afri, Imam, Kriting, Mas Pungki, dan Mba Anti. Dan kata si Imel ntar ada temen dari Ponorogo mau gabung, udah nunggu di basecamp Selo katanya. Habis Sholat Maghrib kita langsung berangkat. Bener, disana udah ada temen dari Ponorogo. Beeeuh.. basecamp rame banget, ternyata banyak yang mau naik malam ini, tapi ada juga sih yang baru aja turun dari Merbabu.

Jam 23.00 wib, kita mulai pendakian. Oya, Mba Anti sama Mas Pungki gak ikut naik, udah diniatin katanya mau pindah tidur di basecamp aja haha.. Dan ternyata ada temen dari Klaten juga yang mau naik malem ini. Yaudah kita gabung, total personil  ada 14 orang, 3 cewek, 11 cowok. Baru kali ini mendaki dengan banyak personil.  Diawali dengan doa bersama tentunya, semoga selamat sampai bawah lagi. Dari pintu masuk Merbabu via Selo, kita ambil jaur kanan. Kalo biasanya sih, dulu pertama naik Merbabu kita ambil jaur kiri. Dan ternyata jalur kanan ini lumayan nguras tenaga, apa mungkin aku belum pemanasan yah, atau mungkin gegara udah lama gak naik gunung jadi lumayan ngap-ngapan, dikit sih *alibi*. Tapi emang bener sih, jalur kanan ini lebih nanjak daripada jalur kiri. Udah 2 jam kita jalan akhirnya sampai juga di pos 1 Dok Malang. Haha... lama bener ya, iya sih kita lumayan sering istirahatnya.

pintu masuk pendakian Merbabu
Dari pos 1 ada 2 jalur, ke kanan jalur utama, ke kiri jalurnya banyak tanjakan, tapi cepet sampai. Aku sih ngikut aja sama yang lain, dan akhirnya kita sepakat naik lewat jalur kiri. Wuuuuhh... dan ternyata tanjakannya mantap, jarang bonus, berasa lagi naik Merapi. Jalur kiri gak jauh beda kayak jalur Merapi, tanjakannya serius bikin pendaki newbie kayak aku ngap-ngapan hebat. Yah, gapapa lah, biar tau jalur yang lain juga. Kata temen-temen yang cowok sih enakan jalur ini, katanya banyak tantangannya. Lupa udah berapa kali kita istirahat, rombongan depan jalannya kayak pendekar, dan kita yang cewek kalo diajak jalan kayak pendekar gak kuat meeenn.. bukannya gak kuat sih, pengen woles aja kita jalannya *halaahh sama aja mbaa..* hahaha...

Kita niatnya mau ngecamp di Sabana 1, menurut perhitungan kita bisa cukup waktunya kalo mau menikmati sunrise di Sabana 1. Oya kalo lewat jalur kiri langsung sampai pos 3, jadi gak ngelewatin pos 2. Tapi udah lama kita jalan kok gak nyampai-nyampai. Katanya sih kita harus ngelewatin 2 tanjakan lagi. Tanjakan pertama udah terlewati, habis itu lumayan ada bonus cukup panjang. Tapi alang-alangnya lumayan tinggi, kayak jarang dilewatin gitu. Lanjut ke tanjakan berikutnya, cukup bikin kita yang cewek-cewek down. Gimana enggak, kalo dikur-ukur nih kemiringannya mencapai 75 derajat. Coba bayangin *udaaaah gak usah dibayangin, lanjutin aja bacanya :D* 

Makin kesini makin jauh jarak kita, temen-temen yang di depan udah gak keliatan. Dibelakangku ada Kriting sama Imam. Imel sama afri agak jauh dibelakang lagi. Akhirnya tanjakannya udah habis, kita ada di lahan yang datar dan ternyata ini udah sampai di pos 3. Tiba-tiba ada suara gemuruh dibelakang, ada yang bilang itu suara dari Merapi. Kita melihat ke belakang, arah Selatan. Dan detik berikutnya dari kawah merapi mengeluarkan asap yang membumbung tinggi. Disusul keluarnya lava pijar dari mulut kawah Merapi. Takut, panik, bingung, karena baru kali ini liat erupsi Merapi secara langsung. Aku liat jam menunjukkan pukul 4.30 wib. Langsung aku ambil kamera dan ternyata camdig gak mampu mengabadikan momen langka ini. Sayang sih, coba bawa kamera yang lebih canggih, yasudahlah. Di pos 3 ternyata udah banyak tenda berdiri. Semua pada panik, galau juga sih mau naik menuju Sabana 1 atau turun. Dan kita akhirnya dihimbau untuk turun, ditakutkan asap akan mengarah ke Merbabu.  Pikiranku udah kacau, cuman doa yang bisa dilakuin, pasrah aja, dan berdoa semoga diberi keselamatan.
 
penampakan Merapi 1 jam setelah erupsi
Dalam keadaan panik, capek, karena kita belum sempet istirahat tadi, belum sempet mendirikan tenda, belum sempet masak. Turun pun kita harus ekstra hati-hati, karena kemarin sore habis gerimis, jaur jadi licin, lengah sedikit aja bisa terpeleset. 
 
kepanikan pasca erupsi Merapi
Niatnya mau menikmati sunrise di Sabana 1, dan ada niatan mau kartinian di puncak, dengan terpaksa semua itu digagalkan. Yah..  belum sempet foto-foto semalem, udah mau turun aja. Yaudah gakpapa, utamakan keselamatan, itu yang harus digaris bawahi dalam setiap pendakian. Karena puncak adalah bonus dalam pendakian. 
 
view sunrise di tengah jalur pendakian
view Merapi dari jalur pendakian Merbabu
istirahat dulu laaahh
udah kayak pengungsi :D
tiga srikandi (Ida, Aku, Imel)
saatnya turun
Lumayan capek juga, akhirnya kita istirahat di lahan datar di bawah pos 2. Situasi udah gak sepanik tadi, karena asapnya mengarah ke arah lain bukan ke Merbabu. Jam 7 pagi kita sepakat buat turun, cepet juga ternyata, sampai di basecamp jam 8an.

Mendaki gunung bukan untuk mencari mati, bukan untuk gagah-gagahan, bukan untuk menyombongkan diri. Tapi mendaki gunung itu kita dapat mengetahui betapa besarnya kasih sayang Allah terhadap makhluk-makhluknya. Berdiri di puncak dunia, menyadari betapa kecilnya kita dihadapan-Nya.


Pendakian Merbabu via Selo, Boyolali
19-20 April 2014
Salam Lestari,
Rizky Fauzy