Minggu, 3 Juni 2012
Rencana awal kita summit attack
jam 02.30, biar nanti bisa menikmati sunrise di puncak Sindoro. Tapi apa boleh dikata,
keinginan menikmati sunrise di puncak hanya jadi impian. Ternyata kita terlalu kelelahan, jadinya malah kebangun jam 03.30.
Tanpa pikir panjang kita langsung packing perlengkapan, dan membersihkan tempat
camp. Setelah dirasa siap, minum kopi sudah, sholat shubuh pun juga sudah,
akhirnya sehabis shubuh kita melanjutkan perjalanan menuju puncak.
Dari awal pendakian sang ketua
(Inugk) memberitahu tujuan utama kita yang pertama mengejar sunrise, tapi kalo
sudah begini keadaannya sudah dipastikan impossible untuk mengejar sunrise. Baiklah,
kita ganti opsi kedua, tujuan kita berubah sedikit yakni mengejar puncak. Yaa..
kita harus sampai puncak, agak rugi juga kalo jauh-jauh dari Klaten ke
Temanggung gak sampai puncak. Walaupun kita tau, mendaki gunung itu gak melulu
harus sampai puncak. Tapi kalo bisa sampai puncak, kenapa tidak??
Kita bertujuh mulai melangkahkan
kaki dengan penuh kemantapan. Trek yang dilalui tetap berbatu dan terus
menanjak. Aku sempat heran, katanya gunung Sindoro pas untuk pendaki pemula
karena medan yang lumayan mudah untuk didaki para pemula, tapi nyatanya,
beeeuuhh.. super duper dahsyat. Sepertinya trek Sindoro tak mau membiarkan
pendaki untuk bernapas sebentar saja, buktinya jalannya terus menanjak dan
makin curam. Dalam hati, ini sekali saja aku mendaki Sindoro, treknya
bener-bener sadiss haha.. Tapi bagaimana pun juga, trek sesusah apa pun akan
aku nikmati, dan gak ada sedikit pun rasa penyesalan mendaki ke Sindoro ini.
Tak lama matahari sudah mulai
malu-malu menampakkan diri. Nah ini saat
yang paling ditunggu-tunggu semua pendaki. Aku yakin semua pendaki
sangat senang melihat matahari terbit. Kalo diibaratkan bagaikan menemukan
sebongkah berlian (haha.. agak lebay sih, tapi memang begitulah kenyataannya).
Dan tak lupa kita melakukan ritual yang amat sangat wajib untuk dilakukan,
apalagi kalo bukan photo-photo. Narsis di gunung itu wajib hukumnya teman, kalo
gak narsis ya percuma, bakalan rugi kita haha.. Dari sini, kita dapat melihat
puncak Gunung Sumbing dengan jelas, di sebelah Timur kita bisa melihat Merapi dan
Merbabu, tapi kurang jelas sih dari sini.
sunrise tapi belum sampai puncak :D
Gunung Sumbing sebagai background
Gunung Sumbing seperti berteriak untuk segera didaki
Setelah puas bernarsis-narsis
ria, saatnya melanjutkan perjalanan. Menanjak lagi..lagi..dan lagi.. tapi, ini
kenapa kita kehilangan dua personil. Hmm.. ternyata si Agus dan mas Heri
memutuskan untuk berpisah dan mencapai puncak duluan. Ya sudah, perjalanan
selanjutnya kita jadi berlima. Ternyata perut ini sudah mulai berdemo, baiklah
kita istirahat sebentar buat sarapan. Lumayan bisa sarapan roti+susu. Kita gak
begitu mengejar waktu, jadi setiap ketemu spot bagus buat photo-photo kita
berhenti sebentar haha.. apa-apaan ini :D
Akhirnya setelah berjalan cukup
lama kita bertemu juga puncak bayangannya. Karena sebelum mendaki ini udah
mencari tau tentang medan Sindoro, jadi gak begitu tertipu dengan puncak
bayangannya. Aku tau ada banyak puncak bayangan, jadi setiap ada puncak sudah
aku kira itu pasti puncak banyangan. Tapi kenapa puncak bayangan sepertinya gak
ada habisnya. Setiap bertemu dengan pendaki lain yang turun selalu sering aku
tanyai, puncaknya masih jauh gak. Dan kebanyakan pada jawab “bentar lagi mbak,
palingan setengah jam lagi..” Haduuhh.. kapan nyampe puncaknya ini, dari tadi
ketemu puncak bayangan mulu.
Semakin kesini, jalan kita mulai
gak berlima lagi. Inugk dan Fitri berjalan didepan, dan kita bertiga berjalan
agak belakang. Karena mulai disini si Ucup sepertinya sudah mulai putus asa,
katanya dia gak sampai puncak gakpapa. Yaah.. rugi donk, bentar lagi kan
puncak. Akhirnya semangat itu muncul lagi, naik.. naik.. naik.. dan akhirnya
kita istirahat lagi, berkumpul berlima. Makan apa aja yang masih tersisa di
ransel. Perbekalan air pun semakin menipis. Memang benar, mendaki ke Sindoro
harus bawa air sebanyak-banyaknya. Air yang tersisa 1 deligen air mentah, dan 1
liter air matang. Hmm.. bener-bener krisis air kita.
Lanjut perjalanan, dan tak lama
akhirnya sampai juga kita di puncak Sindoro, yeee.. alhamdulillah.. itu kata
pertama yang aku ucapkan di puncak Sindoro. Seperti gak nyangka gitu, apa benar
ini udah nyampe puncak. Aku tanya ke mas-mas yang udah sampai duluan, dan
ternyata memang benar, kita sudah sampai di puncak. Subhanallah..
Puncak tertinggiku 3153 Mdpl :)
ki-ka: Ucup, Moris, Fitri, aku, Inugk
Tapi agak disayangkan, pas nyampe
puncak, waktu menunjukkan jam 11.00, dan itu agak berkabut, jadi puncak Sumbing
terlihat kurang jelas dari puncak Sindoro. Gakpapa lah, aku menikmati apa yang
ada di puncak Sindoro ini. Dari sini
kita bisa melihat kawah mati dari atas, kalo kita bisa turun, kita bisa membuat
nama apa pun dengan menggunakan batu yang ada di bawah. Sebenarnya gak ada
niatan buat turun ke kawah, tadinya cuma liat-liat aja dari atas. Tapi
tiba-tiba si Moris diajak Inugk buat turun ke kawah. Sementara Fitri dan Ucup
tetap berada di puncak. Hmm.. aku juga pengen turun ke kawah, tapi.. lumayan
takut juga sih..
Tulisan berbatu dan Kawah terlihat dari atas
Maju-mundur untuk memutuskan ikut
turun apa gak. Akhirnya aku putuskan untuk mengikuti mereka berdua turun. Ada
beberapa pendaki lain yang mulai menata batu-batu menjadi suatu nama, tapi aku
kurang begitu tertarik, ya cuma liat-liat pemandangan di sekitar saja. Aku kira
kita Cuma sampai di bebatuan itu, tapi ternyata Inugk ngajak Moris ke kawah.
What?? Turun lagi?? Inugk ngasih tau kalo jalan buat ke kawah sangat terjal,
lumayan susah buat cewek, tapi kalo aku gak ikut, aku sendirian dong. Akhirnya
aku putuskan ikut turun menuju kawah. Dan benar-benar sadiiss. Kita harus
melewati tebing yang sangat terjal. Oh God, gimana ini. Mungkin kalo diukur
kemiringannya hampir 90 derajat. Beeeuuh.. susah ini, pelan-pelan akhirnya
sampai juga di bawah. Bau belerang sangat menusuk hidung. Ini benar-benar ide
gila, nekat, benar-benar gilaa.. mereka berdua malah mendekati kawah. Dalam
hati bener-bener takut. Apalagi yang ada di sekitar kawah cuma ada berlima termasuk
kita.
Kawah terlihat dari dekat
Tak lupa ritual photo-photo tak
pernah terlewatkan, dimanapun tetep narsis hehe.. Oh God, lama-lama kabut makin
tebal, asap belerang makin kuat. Jantungku waktu itu benar-benar berdetak
kencang. Gimana nggak, dari atas sudah diteriaki yang ada di kawah untuk segera
naik, padahal untuk naik pun gak mudah. Memanjat tebing ternyata gak semudah
yang dibayangkan, huuhh.. akhirnya sampai juga kita di atas.
Karena memang cuaca yang kurang
mendukung, kabut makin tebal, angin yang berhembus makin kencang, dan berarti
makin dingin juga kalo lama-lama kita ada di puncak, akhirnya kita putuskan
untuk turun. Waktu telah menunjukkan jam 12.05. Untuk turun pun ternyata gak
mudah, pelan-pelan kita turun. Karena bahaya kalo turun dangan tergesa-gesa.
Kita istirahat bentar buat makan, karena waktu makan siang juga sudah tiba, akhirnya
kita masak mie. Jam 14.30 kita mulai turun lagi, ternyata mulai gerimis dan
secara otomatis jalan mulai agak licin. Harus ekstra hati-hati ini.
Jam 17.00 kita sampai di tempat
kita ngecamp semalam, kita istirahat lagi. Entah ini sudah istirahat keberapa, karena
banyaknya sampai tak terhitung. Dan disini juga ada beberapa kelompok pendaki lain
yang juga istirahat disini. Jam 17.30 kita bareng-bareng untuk turun. Langit
pun mulai gelap, dan disini senter sangat dibutuhkan.
Sampai di pertengahan jalan kita
memutuskan untuk istirahat, sementara pendaki lain tetap jalan terus. Air yang
tersisa pun hanya tinggal air mentah, itu pun masih setengah botol. Kita harus
benar-benar menghemat air, dan dari sini terlihat betapa berharganya air. Entah
sampai di basecamp nanti jam berapa kita gak begitu mengejar waktu, karena memang
badan sudah begitu lelah jika terus dipaksa berjalan. Ternyata kita rombongan
terakhir, dan itu berarti kita ada di hutan sendiri. Ya, kita berlima ada di hutan
sendiri. Karena kondisi badan juga sudah lelah, kita jadi sering terpeleset,
sepertinya konsentrasi sudah mulai berkurang.
Akhirnya jam 21.00 kita sudah hampir
sampai di ladang penduduk. Nah, ketika sudah berada di bawah, kita ditawari
bapak-bapak ojek. Baik sih niatnya, nganter kita yang cukup kelelahan sampai ke
basecamp. Tapi tiap orang harus mengeluarkan 10 ribu, hmm.. mahal ahh segitu
haha.. Akhirnya kita memutuskan untuk tetap jalan sampai basecamp. Padahal
waktu itu gerimis, tragis bin sadiiiss..
Basecamp Sindoro via Kledung
Sampai juga kita di basecamp jam
22.30. Rencana kita memang gak langsung pulang ke Klaten, karena mengingat
kondisi kita yang cukup kelelahan. Ini benar-benar pengalaman yang gak pernah bisa terlupakan.
Banyak hal yang bisa kita dapatkan
dari pendakian ini. Bukan hanya mendaki, trus photo-photo, turun, capek, lebih
dari itu. Kita akan tahu siapa diri kita yang sebenarnya hakikat sebagai manusia,
tanggung jawab, kesetiakawanan, kebersamaan, karna
setiap detik kebersamaan adalah moment terbaik perjalanan. Dan tentunya
semakin mensyukuri nikmat yang telah Allah berikan ke kita, betapa Agungnya
Allah, telah mencipatakan alam beserta isinya.
Sindoro,
2-3 juni 2012
Salam
Lestari,
Rizky
Fauzy